Rabu, 23 Maret 2016

SANG SURYAKANTA ISLAM DAN MUHAMMADIYAH

SANG SURYAKANTA ISLAM & MUHAMMADIYAH
Oleh : Rizka Dwi Aulia
    

KH. Ahmad Dahlan, sang suryakatna islam. Suryakatna adalah nama lain dari kaca pembesar, sesuai dengan kaca pembesar yang menjelaskan kita lebih apa yang tak terlihat sebenarnya dengan mata KH. Ahmad Dahlan telah menjelaskan kepaada dunia islam jawa apa yang sebenarnya mengenai islam. Menjelaskan apa yang tidak dilihat oleh rakyat Indonesia mengenai islam khusunya di daerah jawa. KH. Ahmad Dahlan yang seringkali dipanggil dengan nama Muhammad Darwisy lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868. Ayah Ahmad Dahlan adalah KH. Ibrahim yang merupakan ulama besar dan khatib di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan ibunya adalah Ibu beliau bernama Siti Aminah yang merupakan putri dari KH. Ibrahim yang pada masa itu menjabat sebagai penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Beliau adalah anak keempat dari dari tujuh bersaudara. Jika dilihat dari silsilahnya beliau adalah keturunan kedua belas dari salah satu wali terkemuka pada masa walisongo yang bernama Maulana Malik Ibrahim yang menjadi pelopor tersebarnya islam di jawa.
Terlahir dari keluarga yang amat berkecukupan, pada umur 15 tahun beliau sudah menyandang gelar haji. Bahkan ia sempat tinggal di Mekkah untuk kurang lebih lima tahun. Disaat itulah ia bertemu dengan pengetahuan-pengetahuan baru mengenai islam. Berguru dengan banyak pemuka islam di dunia seperti Muhammad AbduhAl-AfghaniRasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti pun nama dari Muhammad Darwisy menjadi KH. Ahmad Dahlan. Setelah banyak pemikirannya terbuka ia semakin penasaran akan dunia islam. Terlahir di dalam dunia yang amat religius menuntutnya untuk mengetahui lebih mengenai islam. Tingkat intelktualisnya yang tinggi membuatnya tidak berhenti belajar akan islam. Oleh karena itu pada tahun 1903 ia kembali menorehkan perjalanannya ke Mekkah dan menetap disana selama dua tahun . Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NUKH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Pendirian Muhammadiyah adalah semat-mata untuk melaksanakan pembaharuan islam di nusantara. Beliau menginginkan cara berpikir dan beramal harus didasarkan kepada Al- Quran sebagaimana mestinya. Berdirinya perkumpulan ini secara internal diakui pada tanggal 18 November 1912. Organisasi ini memang dari awalnya bukanlah organisasi yang berkecimpung di bidang politik namun organisasi yang berkecimpung dalam bidang sosial dan pendidikan. Banyak resistensi yang datang seketika awal mula berdirinya organisasi ini. Banyak warga sekitar yang tidak menerima ajaran atau cara pikir baru yang diajarkan oleh Ahmad Dahlan. Pemikirannya yang rasionalis dianggap menyeleweng agama. Bahkan banyak tuduhan yang mengatakan bahwa beliau merupakan kiai palsu.
Permohonan perizinan pendirian Muhammadiyah baru dimintai persetujuannya kepada Pemerintah Hindia-Belanda dan baru dikabulkan oleh pemerintahan pada tahun 1914 dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Namun perizinan tersebut tidak berarti Muhammadiyah bebas menyebarkan ajarannya ke seluruh pelosok Indonesia. Organisa Muhammadiyah hanya boleh berada di sekitar Yogyakarta. Dikarenakan terdapat ketakutan pihak Hindia-Belanda bahwa jika organisasi ini menyebar maka akan terjadi perubahan sosial di Indonesia. Oleh karena itu pergerakan Muhammadiyah sangat dibatasi.
Dalam perjalanannya setelah ia mendapat perizinan untuk mengaktifkan organisasinya di Yogyakarta, Ahmad Dahlan segera menyebarluaskan organisasinya keseluruh pelosok Yogyakarta. Mulai mengajar anak kecil mengaji, menghilangkan kebiasaan sesajen, yang intinya memperkenalkan islam yang sebenarnya tanpa bid’ah dan kembali ke ijtihad yang sebenarnya. Adapun beberapa perubahan yang diajukan oleh beliau adalah :
1.      Purifikasi Islam
Pemurnian islam dari macam-macam takhayul demi mencapi islam yang murni dan tidak bercampur dengan tradisi atau adat yang bahkan tidak bida diterima oleh rasio. Oleh karena beliau pernah belajar dengan guru yang bersifat islam rasionalis dan modern, beliau berpikir bahwa islam tidak bisa dicampurkan dengan budaya sekitar yang tidak ada manfaatnya sekali untuk masyarakat. Beliau menginginkan reintrepetasi ulang islam oleh masyarakat sekitar, bahwa islam itu murni tanpa takhayul atau bid’ah
2.      Arah Kiblat
Arah kiblat pada umumnya masjid-masjid atau langgar-langgar di Yogyakarta adalah timur dan warga melaksanakan shalat kearah barat lurus. Sedangkan jika dilihat melalui peta dan beberapa perhitungan kiblat tersebut harus dimiringkan kurang lebih 24 derajat ke arah utara untuk menghadap tepat ke Kakbah, Mekkah. Oembaharuan yang signifikan ini menjadi salah satu pembaharuan yang kontroversial dikalangan warga juga petinggi -petinggi masjid pada masa itu.

3.      Perayaan Hari Raya Idul Fitri
Perayaan hari raya idul fitri yang dilaksanakan bertepatan dengan hari ulang tahun sultan yang telah ditetapkan oleh beberapa ulama mapan tersebut kurang tepat. Karena seharusnya pelaksanaan hari raya idul fitri dilaksanakan satu hari setelah hari tersebut. Sultan menerima perubahan tersebut namun hal tersebut menyebabkan lebih banyak lagi pihak oposisi yang memunggungi jalan pikiran beliau.
4.      Pendidikan Integralistik
Membangun sekolah sekolah yang menggabungkan pendidikan agama dengan pendidikan umum yang bercita-citakan terbentuknya pihak-pihak islami yang mengenal ilmu pengetahuan dan melaksanakan keislaman yang rasional
Konsep mengajar beliau dalahm Muhammadiyah waktu itu adalah kontekstual dengan penyadaran. Contohnya dengan mengajarkan satu surat Al-Quran secara berulang –ulang demi pemahaman yang sebenarnya. Selain itu para siswanya juga harus mengamalkannya sebelum akhirnya bisa melanjutkan ke surat selanjutnya. Namun seiring berkembangnya zaman Muhammadiyah telah berganti pula ranahnya. Dari sekedar pendidikan menjadi masuk keranah politik. Ranah pendidikan yang berkembang lambat yang disebabkan hanya terambilnya teknis dari pengajaran namun bukan cita-cita dari pengajaran itu sendiri. Di ranah politik mereka seperti sedikit bergesakan dengan Nadhatul Ulama yang didirikan  KH. Hasyim Asyhari yang belajar di ranah islam yang sama dengan orang yang sama pula. Namun pergeseran zamanlah yang mempercolok perbedaan yang sebelumnya hanyalah segelintir benang yang terjuntai di sehelai kain halus.
Begitu besar jasa beliau dalam menerjang dan membangkitkan kemurnian islam di ranah jawa. Tak hanya itu beliau mampu mananamkan betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan berketuhanan. Beliau bercita-cita untuk menciptakan ulama-ulama yang intelek dan tidak menyepelekan rasional dalam beragama. Beliau juga mampu menggerakkan pendidikan di jawa untuk menyadari pentingnya kebebasan dan kemerdekaan. Beliau juga mampu membenahi kolotnya pemikiran masyarakat pada waktu itu. Itulah mengapa ia berhak dijuluki sebagai pahlawan nasional.


“Kita itu boleh punya prinsip, asal jangan fanatik karena fanatik itu ciri orang bodoh. Sebagai orang Islam kita harus tunjukkan kalau kita bisa bekerjasama pada siapapun, asal "lakum dinukum waliyadin", agamamu agamamu, agamaku agamaku.” 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar